muslimah

muslimah

Rabu, 20 April 2011


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Reaksi kimia adalah suatu proses alam yang selalu menghasilkan perubahan antar senyawa kimia. Senyawa awal yang terlibat reaksi  disebut reaktan. Reaksi kimia biasanya dikarakterisasi dengan perubahan kimiawi  dan akan menghasilkan satu atau lebih produk  yang memiliki ciri-ciri berbeda dari reaktan. Secara klasik reaksi kimia melibatkan perubahan pergerakan elektron dalam pembentukan dan pemutusan ikatan kimia walaupun pada dasarnya konsep umumreaksi kimia juga dapat diterapkan pada transformasi partikel-partikel elementer seperti pada reaksi nuklir.
Logam merupakan bahan pertama yang dikenal oleh manusia dan digunakan sebagai alat-alat yang berperan penting dalam sejarah peradaban manusia. Logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria-kriteria yang sama dengan logam lain. Perbedaannya terletak dari pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini berikatan dan atau masuk ke dalam organisme hidup. Berbeda dengan logam biasa, logam berat biasanya menimbulkan efek-efek khusus pada mahluk hidup. Tidak semua logam berat dapat mengakibatkan keracunan pada mahluk hidup, besi merupakan logam yang dibutuhkan dalam pembentukan pigmen darah dan zink merupakan kofaktor untuk aktifitas enzim. Keberadaan logam berat dalam lingkungan berasal dari dua sumber. Pertama dari proses alamiah seperti pelapukan secara kimiawi dan kegiatan geokimiawi serta dari tumbuhan dan hewan yang membusuk. Kedua dari hasil aktivitas manusia terutama hasil limbah industri.

B.     Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam percobaan ini adalah bagaimana mempelajari stoikiometri reaksi antara logam dengan larutan garam Fe(III) dalam suasana asam dengan menganalisa hasil reaksi secara volumetri.
C.     Tujuan
Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk mempelajari stoikiometri reaksi antara logam dengan larutan garam Fe(III) dalam suasana asam dengan menganalisa hasil reaksi secara volumetri.









BAB II
KAJIAN TEORI
Tembaga adalah logam merah-muda, yang lunak, dapat ditempa, dan liat. Ia melebur pada 10380C. Karena potensial elektroda standarnya positif, (+0,34 V untuk pasangan Cu/Cu2+), ia tidak larut dalam asam klorida dan asam sulfat encer, meskipun dengan adanya oksigen ia bisa larut sedikit. Asam nitrat yang sedang pekatnya (8M) dengan mudah melarutkan tembaga.
Ada dua deret senyawa tembaga. Senyawa-senyawa tembaga (I) diturunkan dari tembaga (I) oksida Cu2O yang merah, dan mengandung ion tembaga (I), Cu+. Senyawa-senyawa ini akan berwarna, kebanyakan garam tembaga (I) tak larut dalam air, perilakunya seperti perilaku senyawa perak (I), mereka mudah dioksidasikan menjadi senyawa tembaga (II), yang dapat diturunkan dari tembaga (II) oksida, CuO, hitam. Garam-garam tembaga (II) umumnya berwarna biru, baik dalam bentuk hidrat, padat, maupun dalam larutan air (Svehla, 1985).
Tembaga terletak dalam keluarga yang sama seperti perak dan emas dalam jadual berkala, oleh itu ia mempunyai sifat-sifat yang serupa dengan kedua-dua logam itu. Kesemuanya mempunyai kekonduksian elektrik dan haba yang tinggi. Kesemua adalah logam yang mudah tertempa. Dalam keadaan cecair, suatu permukaan jelas (apabila tiada cahaya sekitar) logam itu kelihatan agak kehijauan, dan begitu juga dengan emas. Perak tidak memiliki sifat ini, maka ia bukan merupakan warna pelengkap untuk warna pijar jingga. Apabila tembaga lebur berada dalam keadaan cahaya terang, kita dapat melihat kilau merah jambunya. Logam lebur tembaga tidak membasahkan permukaan dan mempunyai tegangan permukaan yang sangat kuat dan membentuk titisan hampir sfera apabila dituangkan atas suatu permukaan (http://ms.wikipedia.org/wiki/Tembaga).
Garam besi (III) yang terpenting adalah garam besi (III) sulfat. Garam ini dapat diperoleh dengan cara melarutkan besi atau besi (III) sulfide dalam asam sulfat encer. Setelah larut disaring dan diuapkan akan menghasilkan kristal FeSO4.7H2O yang berwarna hijau. Dalam skala besar, garam ini dibuat dengan cara mengoksidasi perlahan-lahan FeS2 oleh udara yang mengandung air. Bentuk umum garam ini adalah vitriol hijau FeSO4.7H2O yang mengkristal dalam bentuk monoklin. Garam ini isomorf dengan garam Epson MgSO4.7H2O (Dali, 1993).
Q adalah ungkapan dengan persamaan aljabar yang sama dengan konstanta kesetimbangan reaksi, di dalamnya dapat dimasukkan aktivitas nyata yang ada bila dihitung. Secara lebih jelas, bila setiap konsentrasi sama dengan satu, log Q = 1 = 0 dan yang dihitung, sama dengan , yaitu potensial standar sel (Cotton dan Wilkinson, 1989).
Konsentrasi larutan dalam ilmu kimia menyatakan suatu besaran atau kadar suatu zat dalam cairan. Konsentrasi larutan dapat dinyatakan dengan macam-macam cara, salah satunya adalah dalam molaritas, yang menyatakan konsentrasi larutan dalam mol per liter dari larutan. Prosentase ini didasarkan pada perbandingan antara jumlah mol zat terlarut dalam satu liter larutan.
Metode pengukuran konsentrasi larutan menggunakan metode titrasi (titrasi asam-basa) yaitu suatu penambahan indikator warna pada larutan yang diuji, kemudian ditetesi dengan larutan yang merupakan kebalikan asam-basanya. Jadi apabila larutan tersebut merupakan larutan asam maka harus diberikan basa sebagai larutan ujinya, begitu pula sebaliknya. Pemilihan metode ini dipakai karena merupakan metode yang sederhana dan sudah banyak digunakan dalam laboratorium maupun industri (riset dan pengembangan) (http://elektro_online/titrasi.htm)








BAB III
METODE PRAKTIKUM
A.     Waktu Dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin tanggal 29 November 2010, bertempat di Laboratorium Lanjut Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Haluoleo, Kendari.
B.     Alat Dan Bahan
1.      Alat
Alat yang digunakan pada percobaan ini antara lain gelas kimia 50 mL dan 100 mL, gelas arloji, labu ukur 100 mL, pipet gondok 25 mL, erlenmeyer 100 mL tiga buah, buret 50 mL, pemanas, timbangan analitik, statif dan klem, spatula, labu semprot, filler, dan pipet ukur 10 mL.
2.      Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini antara lain serbuk tembaga, larutan Fe(NH4)(SO4)2 dengan konsentrasi Fe3+ 0,2 M dan mengandung H2SO4 pekat 100 mL per 1000 mL, larutan H2SO4 pekat, larutan H2SO4 2,5 M, larutan KMnO4 0,02 M, akuades, dan asam oksalat.


C.     Prosedur Kerja
1.      Standardisasi larutan 0,02 M KMnO4


 



















2.      Stoikiometri reaksi logam Cu dengan garam Fe (III)







 

















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
1.      Standarisasi KMnO4
Konsentrasi KMnO4 sebenarnya => M1 x V1   = M2 x V2
Volume KMnO4 yang digunakan = 7,2 mL
V1M1 = V2M2
5 mL x 0,06 M = 7,2 mL x M2
                   M2 = 0,041 M
2.      Stoikiometri reaksi logam Cu dengan garam Fe (III)
No.
Perlakuan
Pengamatan
1.


2
3.


0,2 gr serbuk Cu + 10 mL Fe(NH4)2(SO4)2 + 15 mL HNO3 2,5 mL
Dipanaskan hingga serbuk Cu larut secara sempurna
Larutan kompleks Cu dan Fe diencerkan dalam labu takar 100 mL kemudian dititrasi dengan KMnO4
Terbentuk warna kuning


Terbentuk warna hijau

Larutan berwarna ungu

Dik : massa Cu = 0,2 gram
         Mr Cu     = 63,5 gram/mol
         Mr Fe     = 55,85 gram/mol
         Volume titrant yang dipakai = 0,2 mL
Dit : r = . . . ?
         [Fe] = . . . ?
Peny :
         V1­M­­1 = V2M­2
         0,2 mL x 0,02 M = 25 mL x M2
         M2 = 0,00016 M
Mol Fe  =  25 x 0,00016  =  0,04 mmol
Mol Cu =  0,29 / 63,5  =  0,00315 mol  = 3,15 mmol
         r  = 
 =
= 0,00127

3.      Reaksi-reaksi
Cu                               Cu+  + e                       ΔEo  =  -0,52 V
e +  Fe3+                      Fe2+                             ΔEo  =  +0,77 V
Cu  +  Fe3+                  Fe2+ + Cu+                   ΔEo  =  +0,25 V ….. (1)

Cu                               Cu2+  + 2e                    ΔEo  =  -0,34 V
2e +  2Fe3+                  2Fe2+                           ΔEo  =  +0,77 V
Cu  + 2Fe3+                 2Fe2+ + Cu2+                ΔEo  =  +0,43 V ..... (2)

MnO4  +  8H+ + 5e                  Mn2+ + 4H2O
5 Fe2+                          5Fe3+ +  5e
MnO4  +  8H+ + 5Fe2+             Mn2+ + 4H2O + 5Fe3+   …. (3)


B.  Pembahasan

Dalam suatu reaksi kimia akan terjadi suatu perubahan didalamnya yaitu terjadi perubahan struktur, komposisi dan energi pada setiap spesies yang terlibat didalamnya baik dalam skala molekuler maupun atomik.
Dalam percobaan yang dilakukan, dibahas mengenai stoikiometri reaksi antara logam dengan larutan garam besi (III) dalam suasana asam dengan menganalisa hasil reaksi secara volumetric. Istilah stoikiometri ini sendiri merupakan salah satu cabang ilmu kimia yang mempelajari berbagai aspek yang menyangkut kesetaraan massa zat yang terlibat dalam reaksi kimia, baik dalam skala molecular maupun dalam skala eksperimental. Pengetahuan tentang kesetaraan massa antar zat yang bereaksi merupakan dasar penyelesaian hitungan yang melibatkan reaksi kimia. “Konsep mol” diperlukan untuk mengkonfersi kesetaraan massa antar zat dari skala molecular ke dalam skala eksperimental dalam laboratorium.
Konsentrasi larutan dalam ilmu kimia menyatakan suatu besaran atau kadar suatu zat dalam cairan. Konsentrasi larutan dapat dinyatakan dengan macam-macam cara, salah satunya adalah dalam molaritas, yang menyatakan konsentrasi larutan dalam mol per liter dari larutan. Prosentase ini didasarkan pada perbandingan antara jumlah mol zat terlarut dalam satu liter larutan. Analisis volumetric dalam menganalisa hasil reaksi didasarkan pada pengukuran volume sejumlah larutan pereaksi yang diperlukan untuk bereaksi dengan senyawa yang hendak ditentukan dalam hal ini berupa cuplikan. Tembaga ketika sedikit terlepas dari titik leburnya maka akan tampak warna kilauan merah jambu apabila terkena atau terpancar oleh cahaya atau pancaran dari sinar kamera yang dipancarkan ke atas warna dengan pijar berwarna jingga.
Tembaga wujud sebagai bahan yang memiliki ikatan logam, menyebabkannya mempunyai beraneka jenis sifat-sifat kelogaman
Tembaga merupakan wujud suatu benda yang memiliki ikatan logam yang  menyebabkannya mempunyai beraneka jenis sifat-sifat kelogaman. Secara teoritis, ion tembaga merupakan ion monovalen (Cu+) atau bivalen (Cu2+) jika berada dalam larutan. Kedua bentuk ion tersebut merupakan dua spesies yang dapat dihasilkan oleh logam tembaga dalam reaksi ini. Dari perbedaan muatan kedua ion yang terbentuk maka dapat disimpulkan bahwa reaksi yang terjadi dalam larutan pastilah merupakan reaksi oksidasi-reduksi bukan reaksi lain seperti subtitusi (penggantian) atau sintesis (penggabungan) yang terjadi antara logam Cu dengan garam Fe(III). Karena pada dasarnya dalam larutan terjadi penurunan dan peningkatan bilangan oksidasi dari spesies-spesies yang bereaksi atau dengan kata lain ada yang bersifat sebagai oksidator dan ada pula yagn bersifat sebagai reduktor.
Secara umum, dalam larutan Cu bertindak sebagai reduktor (teroksidasi) karena harga nya yang negatif sedangkan ion Fe3+ dari garam cenderung tereduksi (bersifat sebagai oksidator) karena harga nya positif. Reaksi pertama yang mungkin terjadi adalah :
            Cu Cu+ + e-                        = -0,52 v
            e- + Fe3+ Fe2+                      = 0,77 v
            Cu + Fe3+ Cu+ + Fe2+         = 0,25 v ………….(1)
Sedangkan reaksi kedua yang mungkin terjadi adalah :
Cu Cu2+ + 2e-                    = -0,34 v
            2e- + 2Fe3+ 2Fe2+                = 0,77 v
            Cu + 2Fe3+ Cu2+ + 2Fe2+    = 0,43 v ………….(2)
Dari nilai tiap reaksi, maka dapat diketahui reaksi mana yang paling mungkin terjadi. Secara teoritis berdasarkan harga potensial elektroda sel tiap reaksi maka dapat diketahui bahwa reaksi (2) yang paling mungkin terjadi karena memiliki = 0,43 v dibanding reaksi (1) = 0,25 v yang berarti spesies Cu pada reaksi (2) lebih mudah untuk mereduksi Fe3+ dalam larutan.
Logam Cu bersifat paramagnetic sehingga sangat mudah berinteraksi dengan medan magnet. Logam Cu dapat teroksidasi bila berada dalam bentuk larutan sehingga untuk mempercepat pelarutan logam Cu ditambahkan H2SO4 pekat. Karena potensial elektroda standarnya positif, maka logam Cu ini tidak larut dalam asam klorida dan asam sulfat encer meskipun dengan adanya oksigen logam Cu dapat sedikit larut. Dengan nilai potensial elektrodanya yang positif dan cukup tinggi menyebabkan Cu sukar dioksidasi oleh H2SO4 encer dan hanya dapat larut dalam H2SO4 pekat panas sehingga pada percobaan ini dilakukan pemanasan pada larutan dengan mencampurkan larutan dari serbuk tembaga dan serbuk besi tetapi dalam wadah yang berbeda yang disatukan dalam satu pemanasan dalam gelas kimia yang sama.  
Metode pengukuran konsentrasi larutan menggunakan metode titrasi (titrasi asam-basa) yaitu suatu penambahan indikator warna pada larutan yang diuji, kemudian ditetesi dengan larutan yang merupakan kebalikan asam-basanya. Jadi apabila larutan tersebut merupakan larutan asam maka harus diberikan basa sebagai larutan ujinya, begitu pula sebaliknya. Pemilihan metode ini dipakai karena merupakan metode yang sederhana dan sudah banyak digunakan dalam laboratorium maupun industri sehingga untuk menentukan mol dari Fe2+ yang terbentuk dapat dilakukan dengan cara titrasi yaitu dengan menitrasi larutan campuran dengan larutan standar KMnO4. dan titrasi yang terjadi ini disebut sebagai titrasi redoks.
KMnO4 merupakan oksidator kuat dan ketika menggunakannya tidak perlu lagi menggunakan indicator karena KMnO4 ini memiliki warna sendiri. Karena pada percobaan ini menggunakan titrasi dengan oksidator kuat sebagai larutan baku, maka disebut sebagai oksidimetri dimana larutan cuplikan merupakan reduktornya. Permanganat yang bereaksi dengan larutan campuran yang bersifat asam akan mengalami reduksi menjadi Mn2+ dimana biloksnya turun dari +7+ menjadi +2. Reaksinya adalah :
            MnO4- + 8H+ + 5e-  Mn2+ + 4H2O
Pada perhitungan yang dilakukan untuk mengetahui stoikiometri reaksi logam Cu dengan garam Fe (III), terlebih dahulu ditentukan mol Fe3+ dengan menggunakan rumus pengenceran untuk menentukan molaritas dari Fe3+ sehingga diperoleh mol Fe3+ yaitu sebesar 0,15 mmol. Setelah itu untuk menentukan nilai r dari reaksi yang ada, maka dihitung perbandingan mol antara Fe3+ dan Cu dengan besarnya nilai r = 0,00127. Dengan diperolehnya nilai r, maka dapat ditentukan stoikiometrinya dengan menggunakan rumus =  sehingga diperoleh dengan nilai -2,0012716.




BAB V
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Stoikiometri reaksi logam dengan garam yaitu dengan logam Cu dan garam Fe3+ dapat dilakukan dengan mencampurkannya dalam keadaan panas dengan menggunakan H2SO4 pekat lalu dilakukan titrasi dengan menggunakan larutan standar KMnO4 karena merupakan oksidator kuat dan memiliki warna sendiri dan diperoleh nilai stoikiometrinya menggunakan rumus =  sehingga diperoleh dengan nilai -2,0012716.








DAFTAR PUSTAKA
Cotton dan Wilkinson, 1989, Kimia Anorganik Dasar, UI-Press, Jakarta.
Dali, Nasriadi, 1993, Penuntun Praktikum Anorganik, Jurusan Kimia FMIPA Universitas Haluoleo, Kendari.

http://elektro_online/titrasi.htm
http://ms.wikipedia.org/wiki/Tembaga
Svehla, G., 1985, Vogel (Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. PT Kalman Media Pusaka. Jakarta.
















Tidak ada komentar:

Posting Komentar